Kemampuan bicara Aziza makin hari makin jelas. Kini Aziza sudah bisa mengucapkan semua huruf kecuali “R” yang belum begitu jelas 100%, atau masih agak samar seperti bule hehe. Proses Aziza tak mudah, dulu dia sempat mengalami hambatan bicara karena ada gangguan oral motor sehingga susah memproduksi beberapa bunyi khususnya konsonan.
Pandemi Corona membuat semua sektor terkena imbas termasuk dunia pendidikan. Ketiga anak saya pun tak bisa ke sekolah langsung. Salah satunya adalah Aziza Sakhia Supriyadi (6,5 tahun), seorang penyandang tuna rungu atau tuli yang memakai implan koklea sebuah alat yang ditanam di dalam kepala atau telinganya. Sungguh ada tantangan tersendiri bagi dia menjalani situasi baru ini dan bersekolah secara daring.
Aziza lahir tanggal 12 Maret 2014 dan menjalani operasi penanaman implan koklea di umur 2 tahun 9 bulan, tepatnya 9 Desember 2016 di hari Anti Korupsi sedunia. Sejak saat itu, dia terus belajar mendengar dengan telinga bioniknya sekaligus belajar bicara.
Sebelum ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Aziza bersekolah tiap hari di TK inklusi. Dia juga masih menjalani terapi auditory verbal therapy (AVT) seminggu sekali bersama terapisnya. Karena Corona, semua kegiatannya itu berhenti. Saya dan suami yang menjalani work from home (WFH) pun harus menyesuaikan dan berkreasi mencari cara belajar yang menyenangkan agar Aziza dan kakak-kakaknya tak bosan belajar di rumah saja. Tentu kami harus akomodatif terhadap masukan mereka.
Saat awal PSBB, rasanya sungguh tak mudah mendampingi sekolah online 3 anak dalam satu waktu bersamaan. Apakagi ada tanggungan pekerjaan dari kantor yang harus diselesaikan. Anak pertama yaitu Kumara Natadharma Supriyadi di awal pandemi ada di masa peralihan akan lulus SD dan masuk SMP. Sementara anak kedua transisi dari kelas 4 akan naik kelas 5 SD.
Awalnya berat tapi puji syukur kami bisa beradaptasi. Selain sekolah daring lewat zoom, tambahan belajarnya kami buat fleksibel. Kakak pertama dan kedua pun menemukan pola belajar yang efektif dan kami saling bantu untuk mendukung anak no 3 yang difabel.
Di awal pandemi, Aziza belum bisa membaca kalimat. Karena kami semua ada di rumah, maka kami bergantian mengajari membaca, menulis dan berhitung. Durasinya tidak panjang, tapi pendek-pendek saja dan sering.
Sekolah online Aziza juga tetap berjalan lewat zoom meeeting sama seperti kakak-kakaknya. Setiap hari, dia sekolah dari jam 9 hingga 11.30 pagi. Di awal pandemi, Aziza belum biasa mendengar suara digital. Saat itu, dia masih menjalani terapi pengenalan suara digital. Bagi para pengguna implan koklea, suara elektronik akan terdengar lebih robotik. Awalnya dia banyak diam, terlihat bingung, menahan tangis. Berhari-hari dia kesulitan menangkap apa yang diucapkan gurunya. Kami pun sungguh khawatir dia sedih tak bisa mengikuti pelajaran. Kami terus mendampingi dan juga melatih dengan melakukan video call bersama saudara di kampung.
Seiring waktu, Aziza makin beradaptasi. Dia kini sudah peka dengan suara digital dan bisa berkomunikasi dua arah dengan guru-guru dan teman-temannya saat pertemuan berlangsung. Dia pun terlihat makin menikmati sekolah online. Kini dia makin lancar membaca, termasuk membaca buku sederhana. Setiap ada permintaan membaca dan berhitung dari gurunya di layar laptop, dia terlihat percaya diri dan antusias menjawab.
Situasi pandemi membuat banyak hal berubah dan banyak yang tak mengenakkan. Dari pada terus mengutuk keadaan, kami memilih tetap positif dengan terus berusaha mengoptimalkan pembelajaran di rumah. Kami pun tak lupa juga bersyukur atas capaian-capaian kecil ketiga anak kami, khususnya Aziza yang perlu dukungan ekstra.
Hari Kamis 2 Juli 2020, Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan kepada Ali Haydar Altway. Santri Madrasah Aliyah Tahfidzul Quran As-Sukarti ini diberi penghargaan rekor MURI sebagai penyintas tuna rungu yang berhasil menghafalkan Al Quran 30 Juz.
“Penghargaan ini saya dedikasikan kepada semua anak disabilitas khususnya tunarungu, untuk mendapatkan tempat yang sejajar di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik,” kata Haydar saat menerima penghargaan MURI.
Banyak teman yang kaget saat tahu biaya mengurus gigi Aziza total mencapai sekitar 16 juta, seharga motor baru. Mungkin banyak yang menganggap gigi gigis bagi anak-anak adalah hal biasa, otomatis lepas sendiri jadi tak perlu sampai segitunya ngeluarin duit. Baiklah, kuceritakan saja. Ini bukan soal gigi semata. Tapi juga soal kesehatan dan kepercayaan diri Aziza yang kami bangun susah payah tapi tergerus karena gigi.
9 Desember tepat dengan peringatan hari anti korupsi sedunia, Aziza juga memperingati hari operasi implan kokleanya. Hari ini, 3 tahun lalu dia menjalani bedah kepala di meja operasi RSCM. Sejak itu dia jadi manusia bionic untuk seumur hidupnya. Tadi setelah bangun tidur, kuminta dia bicara buat direkam. Dia cerita sekolah di TK Montessori, kelas K1 A. Aziza juga menyampaikan pesan buat semua yang dukung.
“Makasih bapak, makasih bu, makasih oom,” katanya 😊.
Makasih buat semua yang dulu ikut membelikan alat implan Aziza yang seharga mobil baru dan tak bisa disebut satu-satu. Makasih buat semua yang mendoakan dan membantu apapun hingga Aziza bisa sampai di titik ini. Lemah Teles, Gusti Allah yang mbales. 😍
Sungguh proses yang tak mudah. Menguras tenaga, waktu, finansial, emosi dan melelahkan. Rasa naik turun itu manusiawi tapi yang jelas tak boleh membuat putus asa dan menyerah. 😊 Aziza hingga hari ini masih terus terapi, masih berproses. Sebagai orang tua, aku ingin memberi yang terbaik yang bisa kulakukan dan memberi kesempatan seluas-luasnya pada anak wedhok. Semoga Aziza bisa menembus keterbatasannya dan jadi apa saja yang dia mau suatu hari nanti 😍❤️.
Kemampuan Aziza bicara terus bertambah. Dia sudah makin cerewet, banyak bercerita, juga komen ini itu termasuk komen baju ibunya kalau jelek 🤣. Dia kadang juga ngeyelan serta banyak tanya. Aziza sudah banyak menggunakan kata tanya siapa, kenapa, kemana, di mana. Kemarin saat mau pakai alatnya dia nanya kondisinya.
“Mami nggak pakai alat. Papi nggak pakai. Mas Kum dan mas Nara nggak pakai. Semua nggak pakai. Aziza pakai alat. Kenapa?” Dia bertanya dengan mata tak berkedip, mimik muka penasaran mau tahu banget jawabannya.
Jantung ini mak deg rasanya. Aku tau Aziza belum sepenuhnya paham pertanyaannya. Dia cuma melihat orang-orang di sekelilingnya yang tak pakai alat.
Banyak yang bertanya dan japri aku tentang bagaimana pola makanku. Aku memulai perlahan sejak awal 2018, bertahap tentunya. Kejadian sahabat baikku almarhumah Mbak Wulan Anggraeni benar-benar membuka mataku. Dia juga yang terus memotivasi dan memberikan ilmu-ilmunya. Sungguh ilmu yang bermanfaat adalah amal jariah yang tak putus bukan? Jadi, selama ini kalau aku kadang posting di fb atau instagram soal diet sehat, itu bukan untuk menguruskan badan sih ya. Tapi memberi asupan yang baik buat tubuh. Soal turun, itu bonus. Turun syukur, enggak ya nggak apa-apa 😬.
Beberapa temanku baru-baru ini meninggal di usia muda. Rasanya sedih kehilangan mereka apalagi saat melihat anak-anak mereka yang kecil-kecil. Aku pun mulai mengubah pola hidup sehat setelah berdialog panjang dengan almarhumah mbak Wulan yang terkena cancer kira-kira sejak awal 2018. Mbak Wulanlah yang banyak mengajarkan pola hidup yang baik. Kami berdua saling dukung. Aku punya tekad mau hidup sehat, berumur panjang agar bisa mendampingi anak-anakku hingga mereka kelak menikah dan punya anak ❤️.
“Sudah jangan cerewet.. Mama lagi sibuk,” bentak seorang perempuan kesal sambil pegang gadget. “Anak kecil cerewet amat sih. Nurut aja sama orang tua,” kata yang lain. “Kamu budeg ya? Dipanggil nggak nyahut. Diajak omong diam saja!” Kira-kira gitu diucapkan orang pada anaknya sambil kesal. Matanya melotot. (Ehem.. semoga teman fbku tak ada yang pernah keceplosan marah gini).
Hiks.. Mereka tak tahu perjuangan orang tua anak-anak tuli sepertiku agar anaknya bisa mendengar, berbicara dan cerewet. Sungguh mendengar dan kecerewetan itu berbiaya mahal.. Andai mereka tahu.. 😊
Hari kedua sekolah, kami berangkat naik bajaj. Pas sampai, bune bayar bajaj. Eh ya ampuuun, Aziza lari kuenceng masuk sekolah saking semangatnya. Dia ninggalin ibunya trus dadah-dadah cium jauh di pintu hehe..
Hari Pertama Sekolaaaaaaaah…
Dulu sehabis operasi implan koklea, Aziza kucemplungin ke TK Montessori Indonesia ini. Ternyata saat dia masih adaptasi suara, dia tak nyaman dengan suara banyak, masih belum tau bahasa lalu mogok sekolah. Kali ini dia masuk ke sini lagi. Bedanya adalah dia dengan kemauan sendiri yang terus meminta sekolah di sini lagi. Setiap kami lewat sekolah ini, dia berkali-kali mengungkapkan keinginannya. 😊
Di hari pertamanya seolah, Aziza semangat bangun pagi, sarapan, mandi lalu berangkat dengan langkah mantab. “Aziza mau sekolah mami. Biar pintar,” katanya saat pakai tas. Matanya berbinar-binar. ❤️ Bune kembali terharu melihatnya masuk ke sekolah di hari pertama ini.. Meleleh.. 😭😭.
Semoga makin pinter ya ndhuk.. Bune dan Pakne akan terus berjuang buatmu. Sekeras-kerasnya. Sekuat-kuatnya. Kekuranganmu bukanlah hambatan meraih masa depan. Semoga nanti saat besar kamu bisa jadi apa aja sesuai keinginanmu dan tidak didiskriminasi karena keadaanmu. Amiiiiin ya robbal alamin .. ❤️
Dulu tak lama setelah operasi implan koklea, Aziza kucemplungin ke sekolah. Rupanya dia nggak nyaman karena masih adaptasi suara dan tidak tahu ucapan apapun. Akhirnya kuberhentikan dan fokus ngajarin di rumah. Makin besar, dia melihat kakak-kakaknya sekolah dan tetangga pada sekolah. Hingga kemarin, Aziza minta sendiri sekolah. Bangun tidur dia langsung mandi dan membongkar lemari mencari seragam. Rupanya dia ingin sekolah lagi. Hehe Langsung deh kudaftarin ke sekolah lamanya di montessori indoesia. Bismillah.. Jadi anak pintar ya ndhuk..