Ketika anak divonis ada gangguan pendengaran, tak sedikit orang tua yang berusaha mencari ‘orang pinter’ alias ‘penyembuh alternatif’ atau ‘dukun’ di jalur alternatif di luar medis. Berbagai macam metode yang dilakukan. Ada pula perintah aneh-aneh misalkan memakai celana dalam terbalik. hehe
Ikatan dokter THT seluruh Indonesia hingga saat ini masih merekomendasikan pemakaian alat bagi orang tuli kalau ingin mendengar dan bicara. Tentu didukung dengan terapi serta latihan mendengar dan bicara karena memakai alat tak otomatis membuat anak langsung lancar bicara.
Begitulah jalur medis yang saat ini masih disarankan oleh ikatan dokter THT. Alatnya bisa berupa Alat Bantu Dengar (ABD) atau Implan koklea.
Tuli secara internasional dikategorikan bukan penyakit. Hingga saat ini pun dunia kedokteran di seluruh dunia masih melakukan penelitian bagaimana memperbaiki sel rambut koklea. Setahu saya belum ada yang dinyatakan berhasil dan diadopsi untuk penanganan ketulian di seluruh dunia. Penelitian masih terus dikembangkan.
Namun bagi orang tua yang anaknya tuli, menerima kenyataan anaknya tuli bukanlah hal mudah. Siapa sih yang tak ingin anaknya lahir tanpa ada gangguan apapun pada organ tubuh atau inderanya?
Banyak pula yang ingin anaknya sama seperti anak lain dan tak mau anaknya memakai alat karena terlihat berbeda, seperti robot.
Karena itu tak sedikit yang mau melakukan apa saja agar anaknya ‘sembuh’. Padahal tuli bukan penyakit.
Sementara itu, banyak juga iming-iming iklan bisa menyembuhkan tuli, bahkan iklannya menjanjikan ‘sembuh langsung’. Berani banget loh menjanjikan sembuh langsung. Wow. Tentu banyak yang tergiur dan sangat berharap ditengah kesedihan.
Sesaat setelah anak saya diketahui tuli. Saya diajak teman untuk pijat refleksi di kaki Aziza. Teman saya sayang banget dengan saya dan ingin Aziza sembuh dari ketuliannya. Ya namanya usaha yaaaaa, saya pun ikuti meski jalur medis jalan. Saya pun menghargai teman baik saya yang sangaaaaat sayang sama saya dan mau mengantarkan kami ke tempat itu.
Saat kaki Aziza dipijat pakai alat, duuuuuuh tersayat-sayat hati ini melihat Aziza menangis meronta-ronta.. hiks cukup sekali tak saya lanjutkan.
Mamah saya termasuk yang berat mengikhlaskan anak saya implan. Mamah meminta syarat pada saya untuk datang dulu ke penyembuh alternatif di Jogja. Biasanya memang disebuy ‘orang pinter’. Jarang ada yang mau disebut ‘dukun’. Hehe.. Saya bilang ke mamah kalau saya ikuti ajakannya demi nglegani mamah.
Saya datang di sebuah rumah penyembuh alternatif di luar medis di Jogja yang antrinya sudah banyak. Saat tiba gilirannya, kepala Aziza di bagian belakang telinga dipijat.
Penyembuh itu berkomentar “oooooooo ini di dalam kepalanya ada benjolan. Ada pembengkakan kelenjar di belakang gendang telinga,” katanya sambil merem seolah membaca yang tak kelihatan. Untuk meredakan bengkaknya, dia menyuruh agar kami membungkus nasi panas dengan daun pisang dan meniupkan ke gendang telinga Aziza tiap pagi.
Pak dukun itu melarang Aziza pakai Alat Bantu Dengarnya. “Alat itu kan elektronik. Otaknya bisa kena radiasi. Bisa makin parah,” katanya dengan penuh percaya diri. Duh aduuuuuuh makin kemana-mana deh diagnosa pak dukun ini hehe.
Saya pun nggak banyak komentar mengingat saya sudah mengantongi tes lengkap Aziza dari dua rumah sakit di Jakarta yaitu RS SS Medika Salemba dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) . Diagnosa dari hasil tes si dua rumah sakit itu, masalahnya ada di sel-sel rambut koklea di dalam rumah siput. Jadi, ya tak ada pembengkakan itu. Penjelasan soal radiasi pun ngawur hehe.
Saya pun jelaskan pada mamah bahwa saya gak percaya orang itu karena diagnosanya salah. Setelah itu saya fokus berproses menuju implan.
Tak hanya dua itu saja yang membuat saya tergelitik. Setelah saya membuka diri soal Aziza termasuk membagi no hape saya, ada juga penyembuh alternatif yang menghubungi saya.
Orang itu mengaku sudah banyak menyembuhkan anak-anak tuli. Dia pun mengirim video caranya. Yang saya lihat di video itu, ada anak disuruh duduk dan dibelakangnya di letakkan lampu (semacam lampu belajar) dekat dengan kepala anak itu.
“Ini lampu khusus. Jadi kepala disinar rutin. Nanti tulinya bisa sembuh,” jelasnya. Selain disinar berapa jam seminggu sekali, kepala pasiennya juga dielus-elus dengan batu akik besarnya. Dia pun mengirimkan video mengelus-elus kepala bocah tuli.
“Whatttttt,” batin saya. Kalau sesederhana itu menyembuhkan tuli, pakai lampu dan batu akik, sepertinya semua sekolah kedokteran jurusan spesialisasi THT diseluruh dunia dibubarin aja hehe..
Saudara saya tanpa saya minta juga membantu menghubungi ‘orang pintar’. Dia mengatakan kalau hasil terawangan bapak itu, Aziza tuli karena dosa orang tuanya. Mendengar kata anak saya dihukum karena saya kok rasanya langsung nggak mau tau apapun soal orang yang katanya ‘pinter’ itu. Anak lahir suci tanpa dosa kok ketimpa salah orang tua.
Penyembuh itu juga mengatakan anak saya diganggu yang tak kasat mata namun bisa disembuhkan. Berikutnya saya disuruh meletakkan air dalam botol yang isinya separuh selama seminggu. Saya pun disuruh memakai celana dalam terbalik hehe.. Semua tidak saya lakukan. Saya fokus saja sama jalur medis.
Dari banyak cerita dengan orang tua lain, ada yang menghabiskan sampai ratusan juta untuk mengejar penyembuh-penyembuh alternatif ini ke berbagai daerah. Hitungannya kadang tak hanya sehari dua hari, kadang ada yang berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Ada yang keliling sendiri bersama anaknya, sementara pasangannya tetap bekerja di lain kota untuk membiayai perjalanan mengejar pengobatan itu.
Mencari ‘kesembuhan’ anak pada penyembuh alternatif itu benar-benar menguras tenaga, waktu, pikiran dan finansial. Mereka seringkali juga diberi harapan semu. Terus, terus dan terus diberi harapan palsu agar uang ngalir deras ke penyembuh.
Tapi dari semua hal yang hilang itu, yang paling penting adalah waktu masa belajar anak yang hilang karena rata-rata para ‘penyembuh’ melarang anak memakai ABD.
Ada yang metode ‘penyembuhan’ tulinya dengan cara anak tuli masih kecil diglonggong air. Duh.. dengar kata ‘diglonggong‘ saja kok saya teringat sapi dipaksa minum air banyak. Ada yang disuruh minum ramuan-ramuan khusus atau makanan tertentu misal makan lidah buruh beo. Duuuuuh kasihan burung beonya. Syukurlah perintah dukun itu tak dilakukan.
Ada juga yang lidah anaknya dikerok dengan cincin emas. Bahkan ibu lain cerita lidah anaknya dikerok dengan keris hingga merah-merah dan sakit sehingga anak tak doyan makan selama semingguan. Cerita lainnya disuruh menyembelih ayam hitam cemani dan darahnya dioles ke leher anak. Ada juga yang disuruh ngutil tempe di pasar dan memukulkan pada mulut anaknya. Duh aduuuh.. Metode lain yang banyak dilakukan adalah pijet di kaki atau kepala orang yang tuli.
Ada juga penyembuh yang berbasis agama Islam dengan menyarankan memperbanyak bacaan tertentu, sholat tajahud, sholat taubat, puasa dan lainnya. Tanpa ada masalah ketulian pun, doa-doa dan ibadah sunah ini tentu sangat bagus dijalankan.
Saya tuliskan cerita ini agar siapapun yang mencari jalan akternatif tidak serta merta menurut perintah ‘orang pinter’ alias penyembuh alternatif alias ‘dukun’ apalagi kalau diminta uang secara rutin dalam jumlah besar dalam waktu yang panjang.
Saya tidak menampik bahwa keajaiban Tuhan bisa saja datang lewat orang yang dipilihnya. Namun bagi saya, kalau orang sudah diberi karomah atau kelebihan khusus oleh Tuhan Yang Maha Esa tentu dia takkan mengomersilkan ilmu dari Tuhan itu. Apalagi mengandalkan mata pencahariannya dari situ atau malah hidup bermewah-mewahan.
Tentunya orang pilihan Tuhan untuk menyembuhkan itu akan lebih mulia kalau membantu lebih banyak orang tuli dengan gratis melalui tangannya. Bukannya mematok tarif sekian sekian hehe. Membantu orang dengan tidak komersil tentu tabungan buat ke surga. Kalau komersil ya tabungan ke bank lah.
Jangan sampai pula sibuk mengejar penyembuh alternatif dan minta ‘disembuhkan’ tapi malah lupa berdoa, meminta pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Oya ada contoh pengobatan alternatif yang dulu sangat terkenal oleh Ustadz Guntur Bumi. Akhirnya banyak yang merasa jadi korban penipuan dan pemerasan. Selanjutnya Guntur Bumi divonis melakukan penipuan dengan berkedok pengobatan alternatif. Ini contoh agar kita bisa belajar. Ikhtiar boleh saja, tapi tetap gunakan akal sest dan waspada agar tak jadi korban.
Maaf saya tak percaya penyembuh tuli manapun yang komersil, mencekik pasien dengan tarif tinggi atau hidup mewah. Sekian 😊
Ada yang punya cerita lain soal mengejar pengobatan alternatif?
Illian Deta Arta Sari (081282032922), ibu dari Aziza (4 tahun) yang memakai implan koklea sejak 9 Desember 2018.
Tinggalkan Balasan