IMG_3191.JPG

Setelah Aziza, anak ketigaku menjalani operasi implan, banyak yang bertanya soal implan koklea dan biayanya. Satu hal yang ingin kutekankan adalah masalah pendengaran tidak lantas selesai begitu saja setelah operasi. Implan hanyalah babak baru untuk mendengar, dan perjalanan masih panjang begitu juga pengeluarannya.

Ada informasi yang mungkin tidak menyebar menyeluruh soal BPJS dan apa yang dicover dalam operasi implan. Ada beberapa orang tua anak tuli yang tahunya gratis itu ya semua-muanya gratis. Ada juga yang dapat info bahwa BPJS menanggung 200 juta. Selain itu, ada juga yang tahunya setelah beli alat sekali, tak ada biaya-biaya lain karena bakal dipakai seumur hidup alat luar dalamnya.

Iya, biaya tes-tes persiapan, pelaksanaan operasi, dan pasca operasi semua gratis ditanggung BPJS untuk di RSCM. Tetapi di beberapa rumah sakit lain, kebijakannya beda misalnya hanya menanggung 7 juta saja atau sekian persen saja. Beda daerah dan beda rumah sakit beda kebijakan.

Jadi, biaya yang ditanggung BPJS entah sepenuhnya atau sebagian itu hanyalah yang menyangkut operasinya. Sedangkan pembelian alat, sama sekali tidak ditanggung serupiahpun. Aku sudah mencari tahu kalau di Indonesia tidak ada satu asuransipun yang meng-cover biaya pembelian alat. Kalau di luar negeri, banyak asuransi mengcover pembelian alat. Artinya ya kalau di indonesia, alatnya memang harus beli sendiri. Berapakah itu?

Ada tiga penyedia alat koklea implan terbesar di dunia yaitu Medel dari Austria yang dipasarkan Medel sendiri, Advance Bionic dari Amerika yang dipasarkan PT ABDI dan Cochlear dari Australia yang dipasarkan Kasoem Hearing Center. Dari ketiga perusahaan itu, alat implan dan sound processor yang type standar, harga rata-rata terendah sepasangnya bervariasi, diatas 200 juta sepasang. Alat yang paing mahal berkisar 750an juta sepasang dengan implan dalamnya.

Sesudah operasi implan, anak juga harus diajari untuk mendengar pakai alat implan itu karena cara kerjanya beda dengan telinga biasa atau telinga yang menggunakan Alat Bantu Dengar. Sound processor mengubah suara menjadi sinyal listrik yang ditangkap otak.

Anak juga harus belajar bahasa atau mengenal kosa-kata. Untuk itu dibutuhkan terapi Auditory Verbal Therapy/ AVT. Terapi minimalisnya dengan therapist adalah seminggu sekali. Dan itu bisa berlangsung bertahun-tahun, tergantung kondisi anak. Ada yang terapi 2 tahun sudah bagus, ada juga sampai 5 tahunan.

Biaya AVT pun bervariasi, tergantung tempat penyedia. Ada yang memasang tarif 250 ribu per jam, ada yang 350 per jam. Ada pula yang 500 ribu per jam. Artinya dengan terapi seminggu sekali atau 4 jam dalam sebulan, kita harus menyiapkan uang 1-2 juta per bulan.

Tak hanya soal terapi saja, uang yang harus disiapkan. Garansi alat rata-rata hanya berlaku 3 tahun. Lantas bagaimana selanjutnya? Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, ya tentu kita perlu mengasuransikan sound processor yang dibeli. Ya seperti mengasuransikan mobil. Tergantung harga alatnya dan tergantung jasa yang dipakai. Kira-kira biayanya 3 juta setahun.

Gimana kalau tidak diasuransikan? Ya kalau ada apa-apa tanggung sendiri biayanya. 😢. Makin mahal kan kalau ada kerusakan? Namanya juga elektronik, tetap tidak sesempurna telinga buatan Tuhan.

Apakah biaya-biaya itu sudah selesai? Belum..

Yang namanya elektronik, tentu ada batasan umurnya. Di rumah punya TV kan? Bisa rusak kan? Alat elektronik mati karena berumur. Punya laptop? umur laptop juga tidak panjang dan kita harus siap kalau laptopnya harus mati, rest in peace dalam berapa tahun.

Nah begitu juga dengan alat implan. Pengguna juga harus memikirkan penggantian, kira-kira 8-10 tahun. Untuk mengikuti teknologi 10 tahun kedepan, ya kira-kira uang yang disiapkan minimal 250 juta juga. Kita simulasikan, kalau anak umur 3-5 tahun implan, maka diperkirakan kita harus menyiapkan uang penggantian alat 250an juta juga di usia SMP , 13-15 tahun. Selanjutnya saat kuliah atau lulus umur 23-25 juga perlu disiapkan uang lagi. Memang besar biayanya. Di satu sisi juga memicu orangtua untuk bekerja giat dan menabung. Kalau dirinci lagi, hitungannya seperti ini 250 juta : 10 tahun = 25 juta per tahun. Sebulan setidaknya perlu menabung 2 jutaan.

Semua bukanlah hal ringan. Aku cuma ngasih gambaran agar yang mau implan tidak kaget. Kalau memang sudah siap mental menghadapi tagihan seumur hidup itu, ya silahkan operasi implan karena jangkauan suara yang bisa didapat lebih banyak dari Alat Bantu Dengar/ABD. Kalau memang berat, tdak usah berkecil hati juga karena ada banyak anak dengan profound hearing loss yang berhasil menggunakan ABD.

Satu hal lagi.. ABD atau implan hanyalah alat. Yang terpenting adalah habilitasi atau terapi paska pemakaian alat baik dengan terapi mapun dukungan keluarga dan lingkungan. Jangan menganggap bahwa dengan implan, anak akan otomatis bicara. Tidak.. lagi-lagi habilitasinya memegang peran penting. Ada contoh-contoh yang operasi implan tetapi belum bisa atau lancar bicara. Tentu banyak faktor penyebabnya juga, bisa karena faktor kondisi kesehatan anak atau habilitasi kurang optimal seperti lingkungan keluarga tidak cukup mendukung.

Poin yang ingin kusampaikan adalah implan bukanlah segalanya kalau terapinya tidak optimal. Di sisi lain, ada contoh-contoh keberhasilan pemakaian ABD. Jadi, jangan pernah berkecil hati dengan yang dimiliki.

Aku tidak mengecilkan niat baik orang tua-orang tua yang ingin pasang implan buat anaknya. Aku juga tidak menakut-nakuti. Aku hanya memberi gambaran. Rejeki memang ditangan Tuhan dan aku sangat percaya itu. Tapi ada baiknya kita tidak modal nekat, tapi mempertimbangkan banyak hal sebelumnya.

Jangan sampai sudah terlanjut menjual harta benda atau hutang sana sini, tetapi habilitasi dan perawatan alat tidak begitu terurus paska operasi. Jangan sampai juga hidup menjadi makin berat karena harus membayar hutang besar dan disisi lain harus ada pengeluaran besar. Jangan sampai kepala sudah terlanjur diimplan, tapi kemudian berhenti pakai alat. Sedih mendengar cerita seperti itu. 😢

Satu hal lagi, apapun pilihannya, entah implan, entah ABD atau tidak keduanya dan memilih bahasa isyarat, mari kita tidak saling mengecilkan. Tujuannya semua sama, agar anak bisa berkomunikasi, bisa berkembang baik sesuai harapn dan mandiri di kelak kemudian hari.

Jakarta, 13 Juni 2017

illian Deta Arta Sari
081282032922