Di dunia ini tak semua orang bisa berempati pada orang difabel atau keluarganya. Sesama ortu anak difabel pun tak semuanya bisa berempati pada ortu difabel lain. Baru saja lihat postingan ortu difabel pakai ayat suci, hadist untuk menyatakan ortu difabel lainnya seolah hina dina dan masuk neraka karena buka donasi padahal masih bisa kerja.
Statusnya bukan khusus buat aku sih. ๐Aku juga gak temenan. Aku cuma liat aja karena tiba-tiba muncul di timeline fbku karena ada tag teman lain. Faktanya Aziza juga bisa beli implan koklea karena donasi semua orang yang sayang padaku dan pada Aziza ๐. Karena itulah kubaca pelan-pelan. Kutuliskan cerita ini untuk melihat donasi dari sisi lain.
Alhamdulillah doa, perhatian dan sayang dari begitu banyak orang pada Aziza tak putus-putus hingga saat ini. Banyak yang terus nanya kabar atau ingin ketemu Aziza, makan bareng atau main ke rumah. Banyak yang ngirim boneka, makanan, mainan atau baju. Sama halnya aku juga kadang ngirim baju, boneka dan hadiah lain pada anak lain pada teman lain.. Saling sayang..
Banyak juga yang tak lelah nawarin pekerjaan setelah aku resign dari ICW sejak Agutus 2016 untuk ngurus Aziza hingga akhirnya aku berlabuh di Museum HAM Indonesia Omah Munir setelah mbak Suci Wati mengajak bicara. Tentu karena sayang dan Allah SWT selalu memberi jalan. ๐
Bismillah.. Buatku berteman saja dengan yang saling dukung. Bukan dengan yang merasa paling mulia dan yakin masuk surga lantas menuding orang lain masuk neraka. Oya ini kushare ada kisah hadist nabi juga tentang seorang sahabat ahli ibadah yang masuk neraka karena menghina seorang pendosa. Justru yang dianggap pendosa dapat ridho Allah SWT masuk surga. Klik disini untuk baca linknya.
Kukutip tulisan di web Nahdatul Ulama:
“Kisah ini menyiratkan pesan kepada kita untuk tidak merasa paling benar untuk hal-hal yang sesungguhnya menjadi hak prerogatif Allah. Tentu beribadah dan meyakini kebenaran adalah hal yang utama. Tapi menjadi keliru tatkala sikap tersebut dihinggapi takabur dengan menghakimi pihak lain, apakah ia bahagia atau celaka di akhirat kelak. Sebuah kata bijak menyebutkan, โPerbuatan dosa yang membuatmu menyesal jauh bahkan lebih baik ketimbang beribadah yang disertai rasa ujub”.
Aku takkan mengingkari sampai kapanpun bahwa Aziza bisa seperti sekarang ini berkat sayang dan dukungan dari begitu banyak teman yang menyumbang. Aziza saat besar nanti juga akan kuberi tahu untuk terus berbuat baik pada kehidupan untuk membalas semua kebaikan padanya.
Sama halnya ketika kita menjenguk teman atau orang sakit, kita juga menyumbang untuk meringankan beban orang lain. Nggak perlu nunggu orang lain jatuh miskin jual semuanya dan sekarat tak bisa kerja dulu kan untuk kita membantu? (Yang komen masih kerja kok nerima donasi mungkin berpendapat bahwa penerima harus benar-benar tak bisa kerja dulu baru tangan boleh nerima)
Hampir semua penyumbang alat implan Aziza kukenal dari teman SD, SMP, SMA, Kuliah S1, Kuliah S2, dosen-dosen, tempat kerja, jaringan, komunitas main, hobby, atau komunitas pengajian. Beberapa teman tanpa kuminta mengkoordinir komunitasku misal untuk teman SMP ada Amalia Marini, teman SMA ada Avrin Nur Widiastuti, teman kuliah ada jeng Hilda Swandani Prastiti, dosen-dosen ada mas Zainal Arifin Mochtar Dua, tetangga Brunswick West ada mbak Josi Khatarina, teman pengajian Brunswick Melborne ada Septaliana Dewi P dan jeng Deasi Widya , perkumpulan pelajar di Australia ada Agung Wasono Achmad di Sydney dan lainnya karena aku aktif di mana-mana.
Begitu banyak yang mendukung dan bergerak tanpa kuminta. Karena itu dalam 2 minggu, sangat cepat terkumpul uang untuk beli alat Aziza yang termurah dari Cochlear. Semua print out transfer masih rapi kusimpan sebagai bagian sejarah Aziza.
Semua penyumbang ikhlas dan tak ada satu pun yang kuminta langsung. Satu pun tak ada. Hanya berdasar info aku membuka diri di fb. Semua penyumbang sayang Aziza dan sayang aku tentunya. Semuanya juga tahu bahwa saat itu aku masih punya rumah, punya mobil yang tadinya mau kami jual dan suami bekerja juga. Tapi saat itu kami memang tak punya tabungan karena uang habis untuk bawa anak-anak sekolah di Melbourne.
Semua penyumbang tentu tahu aku bukan golongan fakir miskin yang makan sesuap nasi pun susah atau pakai baju kain rombeng. Tapi mereka tetap mau ikut andil membeli alat buat Aziza ratusan juta. Kenapa? Karena sayang. Misalnya saja jYenni Meilina Lie Lie , teman sejak jatuh bangun 20 tahun lalu, dengan cinta kasihnya memberi sumbangan terbesar dari semua penyumbang. Yenni tau banget hidupku, dan mendukung Aziza agar kami tidak jatuh.
Mungkin di luar sana ada yang tak suka melihat orang lain dapat donasi. Mungkin harus menunggu penerima jatuh miskin dulu. Kalau pun jatuh, yang bersuara negatif itu belum tentu juga membantu. ๐. Mungkin orang-orang yang gak suka orang lain nerima donasi tak pernah merasakan sayang luar biasa seperti yang diterima Aziza hingga begitu banyak yang ingin menyumbang. Atau mereka yakin hidupnya sampai mati tak butuh bantuan orang lain.
Membuka Donasi pun ada banyak yang berhasil ada yang tidak. Bukankah rejeki datang dari Allah SWT? Termasuk donasi sekalipun. Ada yang tergerak bantu dan ada yang tidak. Bisa juga Allah SWT yang menggerakkan hati manusia tho?
Di Al Quran surat Al An-aam 59 disebut jelas bahwa “tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)..”
Jalan hidup Aziza tuli. Dan jalannya bisa implan lewat dukungan banyak orang. Bukankah itu takdir juga?
“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangkaโ (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir).
Sungguh pembelian alat Aziza dari arah yang tak disangka-sangka. Tadinya tak terpikir buka donasi. Tapi begitu banyak orang yang mau ikut membelikan alat buat Aziza. Putri almarhum Gus Anita Ashvini Wahid, pemred Koran Budi Setyarso dan Avi Mahaningtyas lah yang akhirnya bisa meyakinkan aku.
“Buka hatimu, banyak orang yang sayang pada kamu dan Aziza,” kata mas Budi Setyarso. “Nggak usah mikir macam-macam,” kata mbak Anita Wahid.
“Menerima sumbangan itu sama artinya menerima kasih dari orang lain. Ada orang-orang yang dulunya dibantu disaat susah dan ingin membalasnya dengan membantu orang lain. Sama halnya aku dulu pernah dibantu. Ada juga yang ingin melakukan amal baik. Terbukalah. Buka dirimu,โ kata mbak Avi Mahaningtyas, aktivis yang tinggal di Canberra meyakinkanku.
Bismillah. Manusia hanya melihat dari kacamatanya yang terbatas. Sedangkan Allah SWT mengetahui semuanya.
Kalau memang tak membuka donasi silahkan. Kalau ada orang buka donasi ya kalau tak mau bantu ya gak apa-apa. Kalau mau doain silahkan, kalau nggak doain ya gak apa-apa juga. Kalau gak mau bantu, gak doain ya nggak usah merendahkan. Jangan lupa sahabat nabi ahli ibadah masuk neraka karena merasa paling mulia. ๐ Jangan sampai sibuk menghakimi orang lain tapi lupa melihat ke diri sendiri.
Oya, kalau ada teman medsos yang menganggap aku mengemis karena dulu buka donasi untuk alat Aziza, silahkan unfriend aku. Feel free. Oke? ๐๐
Sesungguhnya yang berhak menilai itu Gusti Allah SWT. ๐
1 Ping balik