Alat bantu dengar (ABD) atau implan koklea hanyalah alat. Kalau sudah mendengar, berikutnya bagaimana? Alat hanyalah alat, anak tak bisa otomatis langsung bicara. Kemampuan mendengar dan berbicaranya harus dilatih mengejar ketertinggalannya. Berikut ini saya tuliskan apa yang kami lakukan sekeluarga bersama Aziza, sejak awal pemakaian alat baik ABD atau implan koklea.

Semua yang saya lakukan sekeluarga berdasar petunjuk terapisnya yaitu kak Ellen dan juga dari beberapa panduan Auditory Verbal Therapy (AVT) yang saya baca misal dari Warren Estabrooks atau dari bahan-bahan dari internet dan juga diskusi dengan orang tua anak tuna rungu lain. Saya tak akan menjelaskan teori AVT karena bisa dicari sendiri. 😊 Saya tuliskan praktek yang kami lakukan bersama Aziza.

IMG_0436
Aziza saat awal memakai ABD. Foto diambil Oktober 2016 di Ecopark, Jakarta.

Alat Bekerja Baik

Hal paling utama yang harus diperhatikan adalah alat sudah sesuai kebutuhan derajad gangguannya dan bekerja dengan baik, termasuk baterai masih ada. Setting rutin ABD dan mapping implan koklea harus terus dilakukan. Begitu pula aided FFT (Free Field Test) untuk melihat apakah alat berfungsi baik dan sejauh mana penerimaan anak dengan memakai alat.

Setiap hari saya dan suami di rumah juga membiasakan mengecek alat dan respon Aziza dengan tes Ling Six Sound.  Mengenai perlunya cek sendiri tiap hari ini sudah saya tulis khusus di tulisan lain di blog ini.

Untuk anak yang belum bisa mengungkapkan kalau baterai habis, maka orang tua harus terus mengeceknya. Jangan sampai kita sudah sibuk ngajak bicara, ternyata baterai habis. 😊 Jreeeng. Bisa kebayang sedihnya kan kalau kita sudah ngoceh panjang kali lebar kali tinggi, ternyata anak tidak mendengar karena alat mati. Hehe 🙈

Saya dulu pernah mengalaminya, saat bepergian tidak bawa baterai. Ternyata baterai ABD Aziza pas habis dan saya nggak tau sejak berapa lama matinya. Sejak itu, kalau kami bepergian, saya selalu bawa baterai alat Aziza baik saat masih pakai ABD atau sudah implan.

Kalau anak sudah terbiasa dengan alatnya, sudah merasa butuh alat atau menikmati suara, nanti dengan sendirinya anak akan memberitahu kalau baterai tiba-tiba habis. Untuk Aziza, saat memakai ABD sekitar 2,5 bulan dia belum bisa memberitahu saat baterai ABDnya habis. Bisa dimaklumi karena jangka waktu pemakaiannya sangat pendek.

Sesudah pakai implan sekitar 2 bulan dan sudah terbiasa dengan alatnya, Aziza baru bisa memberi tahu kalau baterai alatnya habis dan minta diganti. Mungkin karena sebelumnya juga karena sudah pakai ABD jadi setelah implan dia bisa cepat memberitahu kalau baterai habis.

Aziza dulu melakukannya dengan bahasa isyarat, menunjuk telinganya. Sekarang, dia sudah mengerti konsep ‘habis’ dan bisa mengucapkannya dengan jelas. Karena itu, Aziza selalu memberitahu kalau baterai habis dan mengucapkan “habis” sambil mencopot alatnya minta diganti baterainya. Alhamdulillah. 😍

Pengenalan Suara Saat Awal Memakai Alat

Saat awal pemakaian alat, anak belum begitu mengenal suara. Untuk anak dengan gangguan sangat berat, bisa dikatakan bahwa mereka tidak tahu ‘suara’ itu apa karena sebelum pakai alat, hidupnya nyaris selalu hening. Kecuali ada suara super bising seperti suara mesin bor atau deru mesin pesawat jarak dekat. Juarrrang byianget kaan kita berdekatan dengan suara itu? Artinya ya sebelum pakai alat nyaris hening hidupnya. 😊

Karena itu, pengenalan suara perlu dilakukan dan mengajari kosakata dilakukan jarak dekat dulu. Dari yang hidupnya hening kemudian mendengar tentu butuh adaptasi.

Ini hari pertama Aziza ikut terapi AVT di awal bulan Oktober 2016. Dia masih nangis sebelum masuk ruangan. 😊

Saat awal, Aziza kami kenalkan suara ketukan pintu. Dia akan mendengar ‘tok tok tok’  dan kami menjelaskan bahwa itu suara pintu sambil kami menunjuk telinga dan pintu. Sambil ngajarin kata ‘buka’ dan ‘masuk’ . Awalnya dia memang cuek. Tapi saya dan suami terus menerus melakukannya setiap hari hingga akhirnya dia sadar suara ketukan pintu dan akan membuka pintu yang tertutup. Sekarang dia akan berusaha bilang ‘buka pintu’ atau ‘masuk sini’ dengan suara belum utuh kalau ada yang mengetuk pintu 😊

Mengetok pintu hanyalah salah satu contoh pengenalan awal. Selain itu adalah suara Ling Six Sound agar Aziza terbiasa mendengar bermacam suara dari frekuensi rendah hingga tinggi. Di awal memakai alat, bisa dikatakan fokus utama adalah pengenalan suara atau bunyi meskipun kami juga tetap berbicara apa saja, mengenakan kosakata agar dia terbiasa mendengar suara dulu.

Di masa awal mendengar, anak akan menangkap irama suara atau huruf vokal yang ditangkap lebih dulu. Karena itu usahakan bicara dengan berirama. 😊

Sebaiknya hindari suara bising dulu agar anak bisa belajar konsentrasi mendengar kata. Di rumah tidak usah menyetel musik kenceng-kenceng karena anak belum menikmati musik apalagi yang bising. Anak masih belajar mendengar sehingga butuh dukungan untuk konsentrasi.

Ada kalanya anak ketakutan mendengar suara kenceng. Hal itu dialami aziza saat masih awal-awal memakai ABD. Suatu hari kami ajak ke acara ulang tahun kantor suami dan ada suara dari speaker kenceng. Saya sendiri merasa jantung bergetar saat speaker berbunyi. Meski jarak agak jauh, rupanya Aziza ketakutan mendengar suara itu.

Saat itu wajah Aziza pucat ketakutan seperti orang bingung mencari arah suara, berusaha menghindar dan nangis mengajak pulang. Entah dia takut atau sakit mendengar suara itu. Karena itulah hindari suara bising untuk masa-masa awal pengenalan suara.

Peran Orang Tua dan Keluarga

Dalam mengajarkan anak mendengar dan bicara, orang tua dan keluarga atau orang yang tinggal serumah memegang peran penting. Harus disadari bahwa latihan dengan terapis waktunya sangat terbatas. Karena itu kita tidak bisa mengandalkan terapisnya saja untuk keberhasilan anak bisa bicara. Jelas tidak.

Aziza selama tahun 2017 cuma mengambil terapi seminggu sekali. Per sesinya cuma 1 jam atau kalau ditotal 4 jam dalam sebulan. Menurut terapisnya, minimal seminggu sekali sudah cukup karena pendekatan AVT adalah mendorong orang tua atau keluarga aktif melakukan terapi di rumah.

Memang benar sih, dalam sebulan ada sekitar 30 hari atau 720 jam, namun waktu belajar bersama terapis cuma 4 jam. Sisanya 716 jam sama keluarga. Ya kaaaan? 😊 . Sejak 2018, jadwal terapi Aziza memang kami tambah jadi 2 kali seminggu, atau total 8 jam sebulan. Tapi ya sebanyak apapun ditambah, tetap saja jumlah waktu bersama keluarga jauh lebih banyak.  😊

Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak berkomunikasi verbal. Yang jelas, peran keluarga sangat menentukan. Memakai alat tercanggih dan termahal sekalipun tidak menjamin anak bisa komunikasi verbal. Misalnya anak dibiarkan saja, latihan minim karena ortu sibuk bekerja, orang di rumah atau pengasuh tak banyak bicara ngajarin sementara anak sibuk sama gadgetnya dan sibuk nonton TV ya susah berharap anak dapat menyerap kosakata. 🙄

Beraktifitas Bersama

Melakukan terapi sendiri di rumah tidak harus sama persis di ruangan khusus yang kedap suara seperti saat terapi. 😬 Karena kami menggunakan metode AVT, kami mengusahakan anak konsentrasi pda pendengarannya dan tidak membaca bibir.

Pada awal-awal terapi, saat belajar dengan posisi duduk, kami duduk di sampingnya agar anak fokus melatih mendengar bukan membaca bibir. Sesekali kami pun menunjukkan cara bibir mengucap, tapi tidak terus-terusan. Makin lama belajar, kami tak perlu duduk di sampingnya lagi. Kami bisa duduk di depannya dan Aziza tak berusaha membaca bibir, fokus pada apa yang didengar.

Teknik ini tentu beda dengan teknik yang lain yang juga mengajarkan baca bibir. Sekali lagi saya garis bawahi bahwa kami menjalankan terapi AVT. Tidak ada salah benar, atau mana yang lebih baik dengan metode lain. Ini hanya pilihan cara saja 😊.

Mengajarkan mendengar dan bicara bisa dilakukan sambil anak bermain atau beraktifitas sehari-hari. Intinya kapanpun, dimanapun dalam kesempatan apapun, kita bisa melakukan terapi sendiri. Misalnya saja memasukkan belanjaan ke kulkas, memasak, membersihkan rumah, merawat binatang, menyapu, merawat kebun dan lainnya.

Selama beraktifitas, sebaiknya apapun dibahasakan atau diceritakan agar anak mendapat input bahasa.

Sebagai orang tua, kita harus banyak ngajak bicara dan mengenalkan berbagai kosakata. Intinya kita harus cerewetlah. “Aziza ayo makan. Ini piringnya. Ini sendok buat makan. Aziza makan nasi dan telur ya. Nasinya diambil, ditaruh di atas piring. Nasinya enaaaaak. Mas juga makan. Papi mami juga makan semua. Nyam nyam nyam,” kata saya atau suami kalau sesi makan. Hehe 😊 Tentu saya juga minta dia mengulang apa yang kami ucapkan.

Aziza membaca buku dengan kakaknya, Nararya. Biasanya kakaknya akan membacakan ceritanya dan Aziza berusaha menirukan.

Membaca buku juga sangat penting untuk meningkatkan daya serap pada kosakata. Untuk anak-anak, pilih buku yang bergambar dan menarik. Baca buku bisa dilakukan di pagi hari, siang saat belajar, dan malam hari menjelang tidur. Setidaknya baca buku 5 kali sehari. Kalaupun anak kadang bosen baca dari depan dan membuka buku  langsung ke belakang ya tidak apa-apa. Kita bercerita pada fokus yang dilihat anak.

Pada saat berbicara pada anak tuli yang baru memakai alat dan masih belajar bicara, usahakan bicara berirama. (Kalau lagi di luar dan ngajarin bicara, cuek saja kalau ada yang ngliatin 😬. Hehe)

Tentu saja saya dan suami tidak hanya berbicara satu arah. Kami memberitahu suatu kata baru dengan bendanya atau aktifitasnya ditunjukkan agar mengerti, kemudian kami meminta Aziza mengulang atau mengimitasi. Sekali, dua kali, atau tiga kali Aziza kami minta imitasi. Berikutnya, yang ke-empat kami tanyakan padanya apa benda itu atau kegiatannya apa agar dia mengingat yang tadi sudah didengar dan berusaha mengucapkannya. Jadi, spontanitas anak dalam mengucap kata juga harus terus ditumbuhkan. 😊

Saat bicara, usahakan hanya satu orang yang berbicara. Jangan keroyokan bicara semua karena anak akan bingung mana yang bersuara, suara terdengar bising tidak jelas sehingga anak susah memahami maksudnya. Anak juga akan bingung menanggapi yang mana dulu.

Menjaga konsentrasi dan fokus anak harus dilakukan juga agar proses belajarnya efektif.

The Ling Six Sound

Awalnya ajarkan ling six sound dengan memakai mainan agar anak mudah mengingat. Pesawat untuk huruf ‘a’ dengan suara berirama, suara ‘i’ diajarkan dengan mengenalkan konsep kotor maka bersuara ‘iiiiii’. Pakai mainan kereta untuk huruf ‘u’ diajarkan dengan suara tut tut tut. Kemudian pakai ular untuk mengajarkan suara ‘ssssss’ (mendesis) dan tempat tidur untuk mengajarkan suara ‘ssshhhh’. Suara ‘mmmm’ diajarkan dengan mainan es krim atau kue.

IMG_0432

Pada masa-masa awal, tidak semua huruf bisa diucapkan anak. Untuk Aziza, huruf ‘i’ keluar setelah 8 bulan alat implan dinyalakan. Saya tuliskan bagaimana kami menanti huruf ‘i’ dan mengajarkannya di tulisan lain. Untuk huruf ‘s’ , Aziza baru bisa mengucapkan setelah 10 bulan. Sungguh bukan suatu hal yang mudah 😊.

Ajarkan Aturan  

Dulu sebelum Aziza memakai ABD dan Implan, dia mudah merebut apa saja yang dipegang kakak-kakaknya, mudah marah dan menangis. Ternyata saya baca banyak anak lain yang mengalami hal sama.

Bisa dimaklumi karena saat itu Aziza atau mungkin anak yang terlahir tuli belum mengerti instruksi bergantian. Di satu sisi keinginannya untuk mendapatkan apa atau melakukan apa tidak diketahui orang lain karena belum bisa menyampaikan. Situasi yang melelahkan itu yang membuat anak jadi mudah emosi. Karena itu, saat awal mendengar, perlu diajarkan konsep bergiliran melakukan sesuatu dan ajarkan meminta.

Awalnya kami mengajarkan kata ‘mau’ sambil tangan menengadah kalau Aziza menginginkan sesuatu. Butuh beberapa waktu hingga akhirnya dia paham ada aturan itu. Hingga akhirnya dia tak lagi merebut dan kalau meminta apapun harus mengucap ‘mau’ dan tangan menengadah. 😊

Mengulang Kata dan Memberi Penekanan

Orang tua atau pengasuh di rumah jangan pernah lelah mengulang-ulang kosakata agar nempel di kepala anak. Kami juga terus mengulang namanya hingga ribuan kali saat mengenalkan namanya. Hehe ‘ini Aziza’, ‘ini mami’,  ‘Mami bobok sama Aziza’, ‘Sini Aziza main bola sama mami’, ‘Aziza makan es krim’, ‘Aziza mau mandi sama boneka’.

Kami terus dan terus mengulang nama Aziza dalam keseharian hingga dia makin lama mengenal nama. Aziza sendiri sadar bahwa namanya adalah ‘Aziza’ sekitar 6 bulan setelah alat implan diaktifkan 23 Desember 2016. Dia pun mau menyahut kalau dipanggil. “Yaa, apaaa,” jawabnya kalau dipanggil. 😊 (Sekarang dia makin cerewet justru dia yang memanggil-manggil semua orang seisi rumah berulang-ulang 😬).

Untuk mengenalkan kosakata, gunakan juga metode acoustic highlighting yang maksudnya bicara dengan menekankan pada kosakata tertentu.

Contohnya saat mengajarkan aktifitas ‘potong’ dengan bermain potong-potongan. Kita bisa terus mengulang katanya dalam kalimat: “Yuk kita potong sayur”, “Ini wortel dan sayuran mau dipotong”, “potongnya pakai pisau”, “Aziza potong sayurnya ya”, “Potong, potong”.

Mengenalkan kata ‘potong’.. 😊

Pada beberapa bulan pertama, perubahan itu memang tidak terlihat secara nyata atau tidak kentara. Ada anak yang terlihat diam saja ada anak yang berusaha mengikuti dengan suara sebisanya yang tak jelas.

Untuk Aziza, bersuara vokal saja nggak semua bisa keluar langsung. Semua bertahap. Saat ini , setelah memakai implan 1 tahun lebih 1 bulan, ada beberapa huruf konsonan yanh belum keluar misalnya ‘c’ , ‘r’ , ‘t’, ‘x’, ‘z’. Yang lain sudah keluar meski ada yang sudah konsisten dan ada yang belum konsisten.

Ada pula anak yang memakai ABD atau implan koklea yang bisa mengikuti cepat. Lagi-lagi tidak perlu berkecil hati. Kalau belum terlihat, percayalah sebenarnya anak masih dalam tahap menyerap suara. Evaluasi juga banyak faktor terkaitnya. Kami pun juga bertanya-tanya dan berharap-harap mendengar suara Aziza saat dia masih banyak diam.

Termyata bulan-bulan pertama memang masa belajar mendengar, menyerap kata, melatih mulut agar bisa bersuara sinkron dengan yang didengar. Akhirnya satu demi satu bunyi huruf atau kata keluar. 😍

Sama halnya bayi tanpa gangguan pendengaran yang baru lahir, mereka sudah langsung dengar suara-suara ibu bapaknya ngajak bicara. Tapi tidak langsung menyahut bukan? 😊 Butuh waktu hingga akhirnya anak bisa babbling dan mengucap kata. Jadi kuncinya adalah tetap sabar dan terus semangat berlatih.

12 Februari 2018

Illian Deta Arta Sari (081282032922)