IMG_1525

Semua pahit getir perjuangan ayah ibu Azelia tidaklah sia-sia. Gadis yang biasa dipanggil Azel ini membuktikan bahwa tuli tak harus selalu menjadi bisu. Dengan derajat tuli sedang-berat 70-90db, dia mampu dan lancar berbicara, bahkan pidato dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda, atau bercerita dalam Bahasa Arab dan Inggris.

Selama sekitar 10 tahun, remaja bernama lengkap Azelia Salsabila Iskandar atau bunga dari mata air surga ini pakai dua Alat Bantu Dengar (ABD) sejak 2007- Januari 2017. Selama itu pula banyak kemajuan komunikasi verbal dan banyak prestasi yang diraih. Akhirnya dia melakukan implan koklea pada telinga kirinya pada 11 Januari 2017 karena ada penurunan daya dengar.

Azel yang suka beladiri Karate ini divonis tuli saat umur 2,8 tahun. Saat itu ayahnya, Verry Iskandar, berdinas menjadi Kepala Kantor Perwakilan KPPU Medan tahun 2006 . Verry adalah kakak angkatan saya saat kuliah di Fakultas Hukum UGM. Di saat saya down karena baru tahu kondisi Aziza, mas Verry meminta istrinya yaitu mbak Anita Fatmawati menghubungi saya. Mbak Anita inilah yang terus memberi semangat.

Di awal Aziza diketahui tuli, saya dan suami membawanya bertemu Azel langsung di Bekasi. Remaja kelahiran 30 November 2004 ini lancar bicara dan terlihat ngemong pada anak kecil. Memang itu karakternya karena dia juga anak pertama yang punya dua adik yaitu Yasmina Fahira Iskandar dan Ayuka Kamila Iskandar. Komunikasi setiap hari dengan kedua adiknya juga merupakan terapi tersendiri buat Azel karena membuat dia terbiasa mendengar suara dan bicara dua arah terus menerus. Apalagi adik-adiknya juga aktif bicara.

IMG_1512
Azel dan kedua adiknya, Yasmin dan Ayuka

Diremehkan Tak Hanya Sekali Dua Kali

Setelah Azel divonis tuli 70-90 desibel di kedua telinganya, kedua orangtuanya segera membeli alat bantu dengar (ABD)untuk satu telinga dulu. Azel pun langsung cepat beradaptasi. Karena faktor keterbatasan finansial kala itu, ABD kedua baru terbeli setahun kemudian.

Anita pun terus banyak membaca dan berkomunikasi aktif dengan speech therapist-nya Azel, Ibu Masitawati Kusumatentang apa yang di ajarkan saat terapi dan bagaimana teknik pengajarannya buat anak tuli. Dia tak menyerah. “Tiap hari, selain terapi wicara secara privat 3 kali seminggu, saya juga terus mengajak Azel bicara.  Saya melakukan penekanan pada beberapa pengucapan huruf yang memang harus di latih sendiri di rumah. Yang penting konsisten,” katanya. Input beragam bunyi suara dan kosakata terus diupayakan semaksimal mungkin sambil bermain setiap hari.

Anita juga berusaha keras memperbanyak waktu buat mengajari Azel. “Saya atur waktu seefisien mungkin buat ngerjain pekerjaan rumah,” ucap perempuan yang suka hobby bela diri Karate dan membuat kue ini. Di umur 6 tahun, Azel mempunyai adik. Kerepotan bertambah dan Anita pun harus pintar membagi waktu.

Anita punya beberapa cara memperbanyak waktu agar bisa mengajari Azel mendengar dan bicara. Misalnya saja, aktivitas memasaknya diupayakan kurang dari setengah jam. “Seminggu sekali saya siapkan lauk pauk yang sudah dibumbui dan menaruhnya dalam freezer,” katanyaKemudian 3 hari sekali dia bersihkan sayuran dan menyimpannya dalam kotak tertutup di dlm kulkas. Bumbu2 dasar pun sudah siapkan dalam wadah2 kecil dalam kulkas. Dia kerjakan saat Azel tidur. “Karena semua sudah siap, jadi masak bisa cepat,” katanya. Mencuci, dan menyetrika yang membutuhkan waktu banyak juga dikerjakan orang yang membantu tiap hari pulang pergi.

Selain mengajari bicara sambil bermain, Anita juga membacakan buku cerita yang menjadi rutinitas sebelum tidur. Begitu juga membacakan flashcards membaca 3 x dalam sehari, pagi, siang dan sore.

“Hampir setiap saat saya ajari terus. Saya meluangkan waktu ya. Bukan menyisakan waktu luang. Anak harus diprioritaskan dan kualitasnya harus bagus,” kata Anita memberi penegasan soal pemberian waktu buat Azel.

IMG_1511

Anita juga menerapkan teknik Quantum Teaching yang dulu pernah dia pakai untuk mengajar ketika masih mengajar di SMP. Sebelumnya,  dia pernah mengajar SMP selama 3 tahun, tahun 2000 – 2003.

Saat bercerita tentang teknik Quantum Teaching yang dipakai untuk mengajari Azel saat itu, ada seorang pegawai hearing center yang memandang sebelah mata. Dialognya sangat membekas di ingatan Anita.

“Ibu ini ada-ada aja, anak ibu itu tuli. Sudah tahu anaknya tuli ngajarinnya kok disamain metodenya sama ngajarin anak-anak normal,” kata pegawai toko penjualan ABD itu. “Ya nggak mungkinlah. Nggak akan bisa Bu,” lanjut pegawai itu sinis.

Anita pun sempat marah karena sebenarnya pegawai itu tak tahu soal metode yang dimaksud. “Mas, tolong jaga dong omongannya. Mas itu kerja, cari nafkah dari menjual ABD buat mereka. Masa Iya mas meragukan alat yang mas jual sendiri?” tanya perempuan asal Karawang ini.

Dia mengibaratkan telinga Azelia seperti ban bocor dan sudah ditambal kebocoran nya pakai ABD yang settingan nya sudah disesuaikan dengan kebutuhan pendengarannya. “Saya tau kok anak saya pinter tapi kemarin-kemarin dia gak bisa dengar karena belum pakai alat. Saya yakin, sekarang dia dah denger. Tinggal sayanya harus ngajarin dia bener-bener,” kata Anita panjang lebar. Dia pun tertantang berjuang mengajari Azel secara all out.

Azelia ternyata bisa belajar mendengar dan bicara cepat. Dia juga belajar membaca gerak bibir. Mulai umur 5 tahun, Azel belajar mengaji dan saat ini sudah khatam Al Quran dengan bacaan yang bagus.

“Azel sempat masuk SLB B hingga 2 tahun dan akhirnya pindah ke sekolah umum,” kata Anita. Sejak bersekolah di SLB B Azelia menunjukkan kemajuan pesat. Selalu memperoleh peringkat 3 besar meski usianya paling muda di kelas. Azelia usia 4 tahun, teman – temannya berusia 5 -13 tahun. Jumlah siswa sekelas di SLB B pada TK Persiapan 1 adalah 13 orang.

Azel pun terus menunjukkan dia mampu mengikuti pelajaran saat bersekolah di sekolah umum. Di kelas 1-2 SD umum, Azel bisa menembus 10 besar. Setelah kelas 3, Azel bisa terus bertahan di posisi 5 besar. Sungguh capaian yang luar biasa untuk anak yang harus konsentrasi penuh untuk mendengar guru dan belajar kosakata telat dibanding anak seusianya.

Dulu, tak sedikit yang sangsi akan kemampuan verbal Azel. Termasuk guru dan kepala SLBB nya. Akhirnya mereka sempat juga meminta maaf karena ternyata Azel bisa bicara lancar. Mereka terharu, tidak menyangka atas capaian Azel. Keraguan itu disebabkan karena saat belajar di kelas, Azelia tak pernah mau melihat bibir ketika belajar mengucap kata. Motorik Azel lebih dominan, sehingga dia selalu lincah bergerak dan tak pernah mau duduk tenang.

Pemakaian ABD tak selalu mulus. Suatu hari saat Azelia kelas 2, ABD nya rusak. Hanya ada sebuah ABD “Go Power” sederhana yang dipakai. Ibunya pun bertanya apakah ada kesulitan di kelas karena ABD-nya gak sesuai kebutuhan, tanpa FM, dan muridnya ada 42 . Ternyata Azel bisa mensiasati keadaannya.

“Aku dibantu dengan membaca bibir. Kalau ibu guru bicara cepat, aku minta ibu bicara agak pelan,” kata Azel. Kalau masih blm mengerti juga, AzeL akan bertanya pada teman sebelah. Kalau temannya tidak mengerti, Azel tanya ibu guru langsung ke depan.

Jual Mobil Untuk Beli FM System

Saat di SLB B Karya Murni Medan, Azel pernah mendapatkan bantuan FM system dari donasi luar negeri buat menunjang belajarnya di sekolah melalui sebuah hearing center di Medan. Ternyata FM-nya juga tidak bisa dibawa pulang. Padahal statusnya bantuan, bukan dipinjami. Anita pun merasa diperlakukan tak adil. Bahkan ada hal yang membuat tidak mengenakkan. Akhirnya Anita mendesak suaminya untuk beli sendiri FM system karena untuk kebutuhan belajar di sekolah.

“FM system itu mahal harganya, sedangkan kami nggak ada tabungan. Karena itu saya minta suami jual mobil buat beli,” kata Anita. Akhirnya dibelilah alat itu dan dipakai sehari-hari sekolah dari hasil jual mobil. Sementara itu, donasinya entahlah ada di mana atau dipegang kembali pihak hearing center.

Menjelang kepindahan ke Jakarta, Anita sempat ditagih alat itu oleh pihak hearing center. Katanya harus dikembalikan karena pindah lokasi. Anita pun mengatakan, FM yg dipakai Azel adalah milik sendiri, merknya beda dan tidak pernah membawa pulang FM donasi sama sekali. “Duh rasanya nggak enak banget. Sudah dapat donasi tapi nggak pernah bawa pulang. Akhirnya beli sendiri kok dituduh mau bawa,” cerita Anita. Pihak hearing center pun mengecek mereknya beda dan meminta maaf telah salah sangka.

IMG_1510
Sekeluarga kompak selalu

Pindah Sekolah

Azelia mengalami 2 kali pindah sekolah. Saat kepindahan dari Medan ke Karawang, dan saat kepindahan dari Karawang ke Bekasi.

Saat kepindahan dari Medan ke Karawang, Azel yang baru saja pindah sekolah dari SLB ke sebuah SDIT di Medan selama 3 minggu, harus mengikuti kepindahan tugas Ayahnya yang sudah harus kembali ke Jakarta.

Anita dan suami memutuskan untuk tinggal di Karawang karena khawatir Azelia kecil mengalami sedikit masalah psikis terkait kepindahan yang sangat tiba – tiba itu. Azel pindah dari SLB yang mayoritas anak – anaknya lebih suka menggunakan bahasa isyarat ke Sebuah SDIT yang full menggunakan komunikasi verbal 2 arah secara aktif sangat bertolak belakang kondisinya.

Saat Azel sangat menikmati suasana itu, tiba – tiba dia harus ikut ayahnya berpindah daerah, dengan suasana bahasa dan budaya yang jauh berbeda. Anita berfikir, jika pindah ke Karawang dia akan merasa sedikit tenang, karena kakaknya memiliki sebuah TK. Dia berpikir, kalau Azel menolak bersekolah di SD Umum, Azel dengan mudah dapat mengulang kembali pendidikannya di TK Besar. Apa yang di khawatirkan Anita ternyata betul terjadi. Azelia menolak bersekolah sebagai siswa mutasi di SD.

Akhirnya Azel kembali mengulang pendidikannya di TK besar. Bagi Anita, hal ini terasa sangat menyedihkan awalnya, namun ternyata keberhasilan Azel yang lain justru berawal di sini. Dia berhasil lulus TK dengan mendapatkan piala sebagai siswa dengan kemampuan Calistung (baca tulis dan berhitung) terbaik.

Ketika kepindahan sekolah Azel berikutnya dari Karawang ke Bekasi relatif lebih lancar dan tidak ada banyak masalah. “Puji syukur ada penerimaan luar biasa oleh pihak sekolah dan teman-teman Azel di sekolah umum di Bekasi,” kata Anita sumringah. Azel banyak diberi kesempatan maju misalnya dipercaya jadi wakil ketua kelas.

Teman-temannya juga banyak membantu dan dengan senang hati memakai FM untuk membantu Azel. Misalnya saat Azel bertugas jadi pembawa upacara, petugas protokoler memakai FM agar Azel bisa mendengar dengan baik dan tugasnya lancar.

Begitu pula saat teman-temannya secara bergantian menyampaikan kultum secara berkala di musolla sekolah. Teman-temannya yang jadi pembicara dengan senang hati memakai FM system ya agar Azel fokus mendengar.

Pihak sekolah juga beberapa kali menunjuk Azel mewakili sekolah untuk lomba cerdas cermat, lomba pidato baik dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris atau story telling dalam Bahasa Arab. Keterlibatan Azel dalam lomba-lomba tersebut merupakan sebuah kebanggaan sendiri tentunya dan memupuk rasa percaya dirinya.

IMG_1344
Capaian Azel

Babak Baru, Implan Koklea Dari Hasil Jual Rumah

Setelah hampir 10 tahun memakai ABD, ternyata ada penurunan daya dengar pada Azelia. Saat kelas 6 SD, Azel beberapa kali menangis pulang sekolah setelah 2 kali penurunan respon dengar. Daya dengar Azel menurun dua kali hingga menjadi 105 db dan masuk kategori profound hearing loss atau tuli sangat berat.

“Sepertinya aku tidak akan bisa mendengar lagi. Karena belakangan ini lebih banyak membaca bibir,” kata Azel membuat trenyuh kedua orang tuanya.

Verry dan Anita tahu benar bahwa Azel anak yang punya banyak mimpi dan memiliki banyak potensi terpendam. Azel juga senang belajar Bahasa Asing seperti Bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jepang dan bahasa Jerman. Karena itulah, kedua orang tua Azel memiliki ekspektasi putrinya bisa meraih apa yang diimpikan tanpa harus terkingkung masalah pendengarannya. “Salah satu hobby Azel itu belajar bahasa asing,” kata Anita. Karena itulah, saat Azel mengeluhkan masalah pendengarannya yang makin turun, maka meng up-grade tekhnologi Alat untuk membantu pendengarannya merupakan pilihannya.

IMG_1518
Azel belajar bahasa Jerman

“Kami ingin membantu Azel agar bisa belajar dan berkomunikasi dengan lebih baik, karena ke depan tantangan yang akan dihadapi jauh lebih kompleks.” kata Verry menjelaskan kenapa akhirnya memilih implan. “Kebetulan masih ada sesuatu yang dapat kami jual untuk Azel. Demi masa depannya, kami usahakan apa saja,” tambahnya. Anita dan Verry pun menawarkan implan pada Azel yang awalnya belum disambut antusias. Namun Azel tidak begitu saja mengiyakan.

Rupanya Azel merasa tak enak hati sama mama papanya. Dia juga merasa orang tuanya sudah banyak membeli alat ABD atau FM system buatnya. “Kasian mamah & ayah, mau umroh dan haji gak jadi-jadi karena beli alat untuk aku terus,” kata Azel saat berusaha menolak tawaran implan pada bulan November 2015.

Anita dan Very memberi kesempatan dan kepercayaan pada Azel untuk mencari tahu sebelum memutuskan.

Azelia pun searching sendiri lewat internet dan belajar tentang seluk beluk implan dari prosedur operasinya, cara kerja alatnya dan jenis-jenisnya dari berbagai merek. Akhirnya tahun 2016 dia menyatakan diri mau implan tapi dengan syarat harus implan merk Cochlear dan type N6. “Kalau bukan itu, Azel nggak mau implan,’ kata Anita sambil tertawa kecil. (Hehehe.. Untuk informasi saja, type itu adalah type tertingginya Cochlear di Indonesia saat ini).

Anita dan Verry pun menyambut baik keinginan Azelia. Mereka pun menjual rumah pertama yang penuh kenangan yang mereka beli di Karawang. Kini keduanya tinggal di Bekasi.

Anita dan Verry adalah pasangan yang kompak yang melihat masalah pendengaran harus diatasi agar bisa belajar baik. Mereka ingin kelak Azel bisa memilih pekerjaan apapun yang dia mau dan mampu asal ada kesempatan.

Anita menjelaskan bahwa telinga dan pendengaran adalah pintu masuk pengembangan otak bahasa. “Hearing loss is not about the ear, it’s all about the brain,” kata Anita mengutip Carol Flexer, salah seorang terapis AVT (auditory verbal therapy) dari luar negeri dalam sebuah seminar yang diikutinya beberapa tahun yang lalu.

Jika kita berhasil menjembatani antara kebutuhan otak akan suara suara yang bermakna melalui alat yang tepat, baik itu ABD atau implant, maka kebutuhan otak akan bahasa dapat terpenuhi dengan baik. Saat ABD dirasa tak mampu, maka mereka mengusahakan yang lebih.

Akhirnya Azelia di implan Januari 2017. Momen switch-on atau pengaktifan sound processor pertama kali jadi momen sangat mengharukan buat Azel. Dia pun menangis saking bahagianya karena bisa mendengar kembali dengan lebih jelas lagi.

Setelah alat diaktifkan, Azel banyak bertanya tentang suara-suara sekitar. “Itu suara apa?” tanya Azel saat dia mendengar suara cicak. “Oohh, itu suara cicak kak Azel, Azel dengar yaa?” kata Anita. Rupanya selama 10 tahun pakai ABD, suara cicak yang dia dengar berbeda. “Iya mah….. Aku baru tau suara cicak ternyata begitu yaa, hehehehe,” jawabnya sambil tertawa senang.

Azel sangat bersemangat mengeksplorasi alat barunya. “Aku sangat menyukai teknologi. ABD dan Implan koklea membuatku dapat mendengar seperti teman-teman lainnya,” kata Azel pasca implan.

IMG_1506
Perjalanan Implant Cochlear

Azel tak butuh lama beradaptasi dengan implannya yang mempunyai cara kerja berbeda dengan ABD. Azel sudah memiliki modal dasar untuk kemampuan berbahasanya. “Otak Auditory nya sudah terlatih, karena kemampuan bunyi persepsinya sudah ada,” jelas Anita. Begitu memakai Implant, Azel hanya harus memahami perbedaan cara kerja Alat Implant yang berbeda dari cara kerja Alat Bantu Dengar.

Saat ini telinga kirinya langsung terhubung dgn otak pusat Auditory, bukan lagi melalui jalur pendengaran biasa. Terapi yang diikuti Azel pun bukan AVT, tapi Auditory Training.

Anita berharap, agar orang tua dengan ABD tidak menganggap semua orang tua anak implan yang berbagi cerita soal implan berarti meremehkan ABD. “Mungkin memang ada yang begitu, tapi jangan semua disamaratakan,” katanya. Lebih baik semua saling mendukung apapun yang dipilih. Dia menambahkan, Azel bisa seperti sekarang karena perjuangan dengan ABD selama hampir 10 tahun.

Dia menegaskan bahwa mereka juga bukan dari keluarga kaya raya dengan harta melimpah. Tapi mereka melihat perkembangan teknologi dan melihat keadaan Azel yang punya kebutuhan untuk belajar. “Implan ini bentuk komitmen untuk membantu putri kami mengatasi masalah pendengarannya. Cochlear Implant adalah pilihan, bukan paksaan. Setiap orang berhak memilih, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya,” katanya

IMG_1505

Terbuka Dengan Keadaan Azel

Saat awal masuk SMP, Anita merasa tak perlu menceritakan kondisi Azel pada semua temannya dan cukup pada pihak sekolah. Dia berpikir demikian karena komunikasi verbal dua arahnya sudah lumayan bagus, nilai akademik lumayan mampu bersaing, ngaji lancar, bahasa Arab & Inggrisnya jg lumayan, nyaris tak ada yg perlu dirisaukan lagi. “Ada juga masukan dari beberapa orang untuk tidak menyebut soal keterbatasannya agar rasa percaya diri Azel turun,” kata Anita.

Ternyata pemikiran semacam ini sangat berisiko untuk Azel. Teman-temannya jadi tidak mengerti kondisi Azel. Karena beberapa diantara mereka mungkin masih berfikir anak dgn sepasang ABD itu tidak memiliki kemampuan dibidang akademik, mereka tak bisa apa-apa, bodoh yang berujung pada sikap meremehkan kemampuan Azel.

Karena ketidaktahuan itulah muncul pandangan mata yg sinis, ucapan yang juga meremehkan, bicara dengan berteriak, atau kata-kata kasar menyakitkan. Tapi Azel cukup tegar menghadapinya meski sedih. Pada mamahnyalah dia curhat sepulang sekolah.

Akhirnya Verry dan Anita berpikir hal itu aku tidak baik bagi kenyamanan belajar Azel di kelas. Maka mereka putuskan menceritakan kondisi Azel yg sebenarnya. Lengkap dgn kebutuhannya agar bisa mengikuti pelajaran dgn baik. Misalnya, tempat duduk yg tidak boleh terlalu di belakang, orang lain kalau bicara tidak boleh sambil berteriak-teriak karena settingan alatnya sudah dikondisikan mampu menangkap bunyi percakapan normal, dan kepala yang tak boleh kena benturan.

“Alhamdulillah sekarang sudah lebih baik,” kata Anita. Ternyata cara ini cukup efektif untuk memutus rantai perlakuan diskriminatif karena ketidakmengertian mereka akan kondisi Azel dan kebutuhannya.

Dengan melihat kembali perjuangan ke belakang, Anita sangat bersyukur banyak dipertemukan dengan orang baik. “Semua berproses, dan proses membutuhkan waktu. Rasanya capek sekali memang di awal pemakaian Alat Bantu Dengar,” katanya. Namun Alhamdulillah, saat ini hasilnya bisa terlihat.

IMG_1504

Benar apa yg diungkapkan peribahasa “berakit rakit ke hulu, berenang renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. “Sebagai manusia kita hanya mampu berupaya, sisanya biarlah tangan Allah yang bekerja,” kata Anita sambil senyum.

Anita dan Verry mempunyai catatan penting bahwa ABD dan implan dapat berfungsi maksimal jika:
1. Mengikuti anjuran untuk terapi rutin, dan mampu menjalin kerjasama yang baik dengan therapist dan audiologist;
2. Memperhatikan service rutin alat setiap 3 – 4 bln sekali;
3. Rajin melakukan fft (free field trial) dan setting ulang alat sesuai hasil fft terbaru setiap 3 – 4 bln sekali; dan
4. Pengulangan teknik terapi di rumah oleh ibu dan keterlibatan anggota keluarga lain memegang peranan yang sangat penting, dalam menentukan tingkat keberhasilan penanganan anak dengan gangguan pendengaran.

Ini beberapa video Azel:
1. Belajar Mengaji di umur 5 tahun
2. Pidato tahun 2016, sebelum implan.
3. Pidato tahun 2017, 3 bulan sesudah implan

Jakarta, 27 Agustus 2017

Illian Deta Arta Sari

081282032922